Cinta di atas Sajadah Sang Penghianat

Siang itu kilatan tanganmu menyambar tanganku. Tiada yang kutemukan dalamnya. Aku hanya menolak dan menyimpan tanya dalam hati. Namun tak lama – langkah kaki kita membawaku menjauh pada bahasamu yang tak tereja. Melanjutkan laju bayang kita berdua di sepanjang jalan Ahmad Yani. Menelusuri koridor demi koridor dalam bangunan pasar modern yang penuh sesak. Genggaman tanganmu menyambutku lagi. Lebih lama. Dan kali ini biar kunikmati senyumku dari balik punggungmu. Tak terbayang apa yang tergambar dalam hatimu, lelah seperti tak melemahkan rangkaian jemari ini. Cinta, mampu mendinginkan terik yang mendekap kita. Hanya ketulusan yang terjamah. Keabstrakannya mampu membangun cinta hanya dalam beberapa detik saja. Dalam hatiku, hatimu juga. Membunuh perasaan-perasaan kita pada cinta hari kemarin. Akhiri nestapa cinta dengan benih yang baru. Mengisi rongga yang kosong dan merindu akan kehangatan yang mengisi relung sanubari – namun mengusik peri-peri kesetiaan yang tinggal dalam jiwaku.

Biar kuhiraukan mereka. Sepasang mata indah di antara hidung bangir telah menatapku dengan binar menggetarkan. Suara-suara kejujuran yang keluar dari lidahnya menghantam lembut di kedua telingaku. Setiap kata yang terdengar lalu meleleh – cair dalam pelukan. Biar air mataku mengadu dalam dadamu yang bidang. Letakkan juga tanganmu di atas jilbab cokelat ini. Kehangatannya akan mengalahkan api dan matahari. Bila yang kau rasa adalah cinta, marilah kita bangun bersama – dari awal hingga usai – di atas hati kita yang pernah remuk. Kisah telah menanti kita. Waktu pun telah sekian lama mengatur pertemuan kita.

Terbangun aku dari keindahan-keindahan. Spektrum yang melingkupi kami pun segera memudar. Seketika rasanya berubah seperti tergores sabit. Cerah cuaca berganti menjadi semantang dalam terik. Rasa sakit menyelimuti cinta ini. Ini adalah balasan untuk penghianatanku pada seorang yang menjerit-jerit di lorong penjara. Merongrong dengan suara yang memilukan – menyayat palung jiwa mempertanyakan nuraniku untuknya.

Sebentar, izinkan aku berpikir – menimbang-nimbang cinta mana yang mungkin kupilih. Tetapi cintaku memang telah susut sejak lama. Sementara itu biarkan senja ini membawa butiran-butiran rasa risau – juga kalimat kejujuran dari seorang Abdi yang masih terekam dalam pendengaran dan penglihatanku. Masih sanggup melenakan walau hanya sebuah memori. Sepertinya aku terlena pada karibmu – karib kita, Hanggoro. Dia menyejukkan – dan aku enggan beranjak dari cintanya. Biarlah sinar redup rembulan menyelimuti kami yang tengah dihujani rasa rindu. Dibalik punggungnya aku bersenandung lirih melawan angin. Mengiringi derai tawa kami dalam hati yang gelisah. Akhiri 17 Juni 2010 ini dengan hati yang telah berbalut, di atas sajadah sang penghianat.

 

Wednesday, April 06, 2011 (9.26 a.m)

– LK –

Kasih Dalam Gelap

Jangan takut akan kegelapan. Biar kunyalakan lilin-lilin ini dan menggenggam mereka hingga lelehan panasnya mendera jemariku. Aku akan tetap tenang dan tersenyum – tanpa peduli akan prahara dalam batinku. Tangan-tangan kita akan terangkai meski satu sama lain saling meratap. Rengkuhlah ragaku selagi kaki-kaki kita yang berbayang tipis beradu dalam gelap. Segala yang ada dalam dirimu tertulis dalam aksara keakmalan. Biar kucicipi semua lewat citramu.

Bila kau rindu, datangilah wanita bersalib itu dan bawakan padma untuknya. Rindu yang kau bagi takkan membuat hatiku raras seluruhnya. Lalu pergilah kembali – ke dalam gelap – setelah kau lihat lengkungan manis di sudut bibirnya. Isilah lagi ruang-ruang kosong ini hingga seluruh penjuru dalam tubuhku. Rekatkan jarum-jarum kasih bersama darah yang mengalir dari – dan menuju bilik jantungku. Acah bersama abun-abun yang terlahir dari buah pikiran kita.

Kita susuri lagi gelap ini. Berjalan di antara deru tawa dan bisikan dalam bahasa kita – hanya kita yang tahu, Rayu senyum dalam rautmu memantapkan langkahku. Percepat langkahmu. Gua ini sudah mulai rengat. Aku masih tersenyum dalam gelap yang memekat. Merangkai hati di antara jalinan kasihmu. Di ujung lorong, kita akan segera meraup musim semi yang adiwarna – layaknya taman-taman di dalam adnan milik Allah.

 

Tuesday, April 05, 2011 (7.09 p.m)

– LK –

Malam 25 Maret

Ya, Rabb, jadikanlah saya wanita shaliha yg selalu ada untuk menolong orang-orang yg saya kasihi. Jangan biarkan mereka jauh dari pandangan dan hati saya. Jadikanlah saya orang yg lebih baik dalam ketakwaan dan keimanannya, juga bermanfaat bagi masyarakat, Negara, dan Islam. Sesungguhnya tidak ada hal yg pantas saya lakukan di dunia ini, kecuali atas takdir-Mu, Ya Allah. Bimbinglah saya menuju rencana terbaikMu. Kehendak-Mu-lah yg akan terjadi, Ya Rabb.

Bismillahi rohmanirrohiim

Robbi hab lii hukmaw wa alhiqnii bis shoolihin; waj’al lii lisaana shidqin fil aakhirin; waj’alnii miw warotsati jannaatin na’iim.

“Dengan menyebut nama Allah yg Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Ya Rabbku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang shalih; jadikanlah aku buah tutur yg baik bagi orang-orang (yg datang) kemudian; dan jadikanlah aku termasuk mereka yg mempusakai surga yg penuh kenikmatan.”

(Q. S. Asy-Syu’araa’ [26]: 83-85)

Semoga tujuh belas tahun yg penuh kemudharatan kemarin bisa tergantikan dengan delapan belas tahun ke depan yg lebih baik, jika itu yg terbaik untuk saya menurut Allah, amin amin ya robbal ‘alamin.

 

– LK –